Kibor Nyala #2

Februari / April 2021 - Tentang keriuhan dalam kesendirian

foreword

Demi menjaga janji, kubuat batu sisifusku sendiri. Zine ini adalah batu yang kesekian. Aku tak tahu sudah berapa batu yang kudorong kuat lalu menggelinding lagi ke titik awal. Kadang aku menjadi Ikarus yang terbang riang sampai pada akhirnya panas harapan membuat sayap-sayapku patah. Terhempas lagi ke bumi. Nol meter di atas permukaan realita.

Ku berjanji bahwa setidaknya tiga edisi harus lahir. Ini yang kedua. Lahir setelah enam bulan usia edisi pertama. Sedetik yang lalu aku merasa ini sudah terlalu lama, maka aku harus segera membuatnya. Sekarang aku merasa ini terlalu cepat, mungkin masih bisa menunggu. Persetan Einstein dengan relativitas waktunya.

Aku penasaran dengan bapak tua yang selalu ada di lapangan depan kamarku. Dia tak bekerja. Setiap pagi berjemur dengan muka yang tidak enak dipandang. Mungkinkah dia reinkarnasi Diogenes? Yang menjemput sinar matahari sebagai rasa syukur bahwa dia masih diberi hidup? Dia tidak menunggu, dia menjemput. Matahari pasti datang pagi-pagi. Dia tahu itu. Dia tetap jemput itu.

Maka, aku coba jemput takdirku. Dengan tulisan-tulisan ini. Dengan lembar-lembar yang dibentuk biner digital. Dengan ide-ide yang tak tahu tujuan, yang harus segera bermuara pada ujung waktunya.

Selamat datang.

Last updated